AWAL YANG SANGAT PENTING
AWAL YANG SANGAT PENTING
Sebagai seorang dosen muda, waktu itu baru berusia 26
tahun, baru saja 3 tahun menikah dan punya seorang anak, namanya Septiany
Christine (sekarang, bersama suaminya Farly Tumimomor, sudah menjadi dosen
di Jurusan Kimia dan Jurusan Fisika FMIPA Unima), waktu itu tahun 1990, saya
mempunyai kerinduan yang besar untuk melanjutkan studi ke jenjang S2. Tuhan
memperkenankan saya bersama istri, dan anak saya untuk mendapatkan
kesempatan studi lanjut di IPB Bogor. Kami memulai proses studi S2 sekitar
bulan September 1990. Waktu itu di Asrama Sempur dan Bogor Baru kota Bogor,
ada peraturan Pemda Sulut bahwa yang sudah berkeluarga tidak lagi
diperkenankan untuk tinggal di Asrama, dan memang waktu itu Asrama lagi
penuh dengan teman-teman yang sudah sedang kuliah. Jadi kami beserta dua
orang teman sepakat untuk mengontrak rumah. Jadilah kami tinggal di rumah
kontrakan dan memulai aktivitas kuliah di IPB.
Sejak dahulu, bahkan sampai sekarang IPB terkenal dengan
sistem dropout alias DO. Setiap semester kami harus menyaksikan kawan-kawan
yang mendapatkan "surat cinta" alias surat DO. Sistem DO-nya sangat ketat.
Mahasiswa tidak boleh Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) kurang dari 3,00. Oleh
karena sistem yang ketat ini kami memiliki beban yang sangat berat dalam
proses perkuliahan. DO senantiasa menghantui kami. Proses perkuliahan
dilakukan dengan usaha yang sangat maksimal, bahkan melebihi kemampuan
normal mahasiswa. Kerap tidak atau kurang tidur dalam mengerjakan
tugas-tugas yang sangat bertumpuk. Dalam kondisi seperti ini, saya mengalami
sakit.
Gejala sakit yang saya rasakan dimulai sewaktu saya
beserta istri sedang mencari beberapa kebutuhan di salah satu pasar di kota
Bogor. Tiba-tiba saja saya merasa sulit untuk bernafas. Saya bersama istri
langsung menyewa "becak" untuk pulang ke rumah. Di rumah, gejala itu tetap
saja muncul. Saya tidak dapat lagi beraktivitas, selain mengurung diri di
kamar. Setiap kali saya keluar kamar gejala itu selalu muncul. Ke rumah
sakit adalah langkah yang harus kami ambil. Hasil pemeriksaaan intensif dari
dokter, termasuk melalui "endoscopy" menyatakan bahwa saya mengalami
luka di lambung. Setelah dirawat di RS PMI Bogor selama kurang lebih satu
minggu dan dilanjutkan dengan rawat jalan selama beberapa hari kemudian,
tetap saja gejala itu tidak hilang. Beberapa saudara sepupu saya yang
berdomisili di Jakarta datang berkunjung, tetapi saya tidak dapat lama
bercakap-cakap dengan mereka, ketika gejala itu datang lagi saya langsung
masuk kamar.
Karena kondisi tidak kunjung membaik, maka saya bersama
istri memutuskan untuk mengambil cuti akademik saja. Tetapi sewaktu di rawat
di RS, saya malah membayangkan tentang kematian, agar segera terbebas dari
beban yang sangat berat.
Sewaktu menjadi mahaiswa S1, selama kurang lebih empat
tahun, saya sudah dibina secara rohani di LPMI dan juga di GMKI. Selain itu
saya juga sudah mengalami pembinaan di Gereja saya di Manado sejak anak
sekolah minggu (ASM). Akan tetap sewaktu menghadapi masalah sakit,
pengajaran yang saya terima sejauh itu, tidak dapat membantu saya lepas dari
sakit.
Di RS saya meminta istri saya untuk pergi ke toko buku
untuk membeli buku apa saja yang berisi pengajaran tentang kesembuhan. Istri
saya membelikan beberapa buku dan salah satu buku adalah buku Karangan
Kenneth E. Hagin. Dalam uraian buku tersebut, saya dapat memahami bahwa
kesembuhan kita adalah bagian dari pengorbanaan Tuhan Yesus di Salib. Firman
Tuhan yang menjadi dasar adalah dalam Yesaya 53.
Berikut adalah uraian pengajaran Firman yang saya
pelajari dari hamba Tuhan yang besar ini. Di dalam Yesaya 53
dikatakan:
Dari dasar Alkitab tersebut jelaslah bahwa pengorbanan Tuhan Yesus di
salib juga menyangkut penebusan atas sakit dan penyakit kita:
"... Tetapi sesungguhnya,
penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang
dipikulnya, ..."
Pengakuan dengan mulut menjadi hal yang sangat
penting untuk menerima kesembuhan dengan iman, karena itu penting
untuk dipahami tentang hal ini dari Markus 11, berikut ini,
Dalam ayat 14 dan 15, jelaslah bahwa
"apabila kita berdoa dan doa itu sesuai dengan kehendak Tuhan maka Tuhan
sudah menjawab doa kita pada waktu kita berdoa"
dan itu adalah keberanian percaya kita. Persoalannya adalah dari mana
kita yakin bahwa apa yang kita doakan itu sesuai dengan kehendak
Tuhan?.
Firman Tuhan adalah kehendak Tuhan. Oleh karena itu
penting bagi kita untuk selalu mempelajari Firman Tuhan secara teratur.
Biarlah mulut kita selalu dipenuhi dengan pengakuan tentang Firman Tuhan,
dan jangan mau dibodohi oleh Iblis untuk mengubah pengakuan mulut
kita.
Setelah memahami Firman Tuhan, gejala penyakit yang saya
rasakan masih tetap ada. Saya mulai mengubah pengakuan saya berlandaskan
Firman Tuhan, dan saya harus bertindak sesuai dengan Firman Tuhan sambil
menjaga agar pengakuan mulut saya selalu sesuai dengan Firman Tuhan. Pada
waktu itu setiap kali istri saya mau keluar rumah untuk sesuatu urusan di
Bogor saya selalu minta untuk ikut sambil mempraktekkan Firman Tuhan yang
sudah saya pahami meskipun gejala-gejala sakit itu tetap saya rasakan,
tetapi saya belajar untuk terus mengakui Firman Tuhan, dan bukan apa yang
saya rasakan.
Setelah beberapa lama menerapkan Firman Tuhan saya dapat
mengalami pemulihan dari Tuhan. Rencana untuk mengambil cuti akademik batal
dilakukan. Bahkan saya dapat meneruskan studi saya bersama istri dengan
tugas-tugas yang sangat berat sampai kami berdua dapat menyelesaikan studi
S2 secara ajaib.
Untuk mengingat moment yang sangat penting ketika kami
diajar Tuhan tentang kebenaran Firman Tuhan melalui hambanya Kenneth E.
Hagin, saat itu, sementara mengalami pergumulan yang berat, istri saya
sedang hamil, pada saat melahirkan anak laki-laki, kami langsung memberi
nama kepada anak kami Kenneth Yosua
Rumawas Palilingan. Peristiwa itu sudah berlangsung 28 tahun yang lalu. Anak
kami Kenneth baru saja menikah pada tanggal 8 November 2018 yang lalu
bersama kekasih hatinya Eklesia Viesje Pioh.
Prinsip-prinsip kebenaran Firman Tuhan yang kami pahami
dalam pergumulan sakit di waktu studi di Bogor, menjadi pegangan kami
sampai saat ini, seperti kata Firman Tuhan:
Comments
Post a Comment